Ginjal Kronis

Ginjal Kronis

Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease/CKD)  adalah kondisi saat fungsi ginjal mulai menurun secara bertahap. Kondisi ini bersifat permanen. Status CKD berubah menjadi gagal ginjal ketika fungsi ginjal telah menurun hingga mencapai tahap atau stadium akhir.
CKD adalah penyakit yang umumnya baru dapat dideteksi melalui tes urin dan darah. Gejalanya yang bersifat umum membuat pengidap penyakit ini biasanya tidak menyadari gejalanya hingga mencapai stadium lanjut.
Gagal Ginjal Kronis-Alodokter
CKD stadium lanjut umumnya mengalami gejala: sesak napas, mual, kelelahan, mengalami pembengkakan pergelangan kaki, kaki, atau tangan karena terjadi penumpukan cairan pada sirkulasi tubuh, sesak napas, serta munculnya darah dalam urin.
Pemeriksaan darah dan urin secara teratur setiap tahun sangat disarankan bagi orang-orang yang berisiko tinggi mengidap penyakit ginjal kronis. Anda termasuk berisiko tinggi, antara lain jika memiliki tekanan darah tinggi, mengidap diabetes, dan memiliki riwayat keluarga pengidap penyakit ginjal kronis.

Fungsi Ginjal dan Penyebab Gangguan Ginjal Kronis

Ginjal terletak di bawah tulang rusuk. Bentuknya menyerupai sepasang kacang di kedua sisi tubuh.
Selain memiliki fungsi utama menyaring limbah dari darah sebelum diubah menjadi urin, ginjal juga berfungsi:
  • Mengatur kadar bahan kimia dalam tubuh sehingga membantu jantung dan otot agar bekerja dengan baik.
  • Membantu mengatur tekanan darah.
  • Memproduksi zat sejenis vitamin D yang menjaga kesehatan tulang.
  • Memproduksi hormon glikoprotein  disebut erythropoietin yang membantu merangsang produksi sel-sel darah merah.
Beberapa kondisi seperti diabetes dan tekanan darah tinggi menjadi penyebab terjadinya tekanan pada ginjal. Dalam jangka panjang, kondisi-kondisi ini membuat  fungsi-fungsi di atas tidak akan berjalan dengan baik.

Pengidap Penyakit Ginjal Kronis di Indonesia

Penyakit ginjal kronis diderita sekitar 10% populasi dunia.  Tingginya jumlah penderita diabetes di Asia membuat gagal ginjal lebih umum terjadi pada penduduk Asia. Selain diabetes, tekanan darah tinggi juga menjadi salah satu penyebab terkuat terjadinya penyakit ginjal kronis di Asia. Indonesia termasuk ke dalam 10 besar negara di Asia dengan kasus penyakit gagal ginjal tertinggi.
PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) dan Kementerian Kesehatan menemukan bahwa penderita gagal ginjal kronis di Indonesia mencapai 25 sampai 30 juta orang.
Selain itu, penyakit ini juga diasosiasikan dengan penuaan. Semakin tua, Anda semakin berisiko mengidap gangguan ginjal. Orang lanjut usia, dimulai dari 60 tahun, paling berisiko mengidap penyakit ginjal kronis. Diperkirakan satu dari lima pria dan satu dari empat wanita berusia 65 – 74 mengidap gagal ginjal dalam stadium tertentu.

Berbagai Cara Penanganan Gangguan Ginjal Kronis

Terdiagnosis mengidap CKD dapat membuat Anda dan kerabat merasa cemas. Berkonsultasi dengan dokter dan sesama pengidap dapat membuat Anda menemukan cara agar penyakit ini tidak mengambil alih hidup Anda.
Ini dikarenakan memang tidak ada obat yang dapat menyembuhkan gagal ginjal.Perawatan terhadap penyakit ini hanya berfokus memperlambat atau menghentikan perkembangan penyakit dan mencegah munculnya kondisi serius lain.
Perubahan yang terjadi dalam sirkulasi tubuh membuat pengidap penyakit ginjal kronis menjadi lebih berisiko menderita stroke atau serangan jantung.
Pada sebagian orang, penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan ginjal berhenti berfungsi sepenuhnya. Kondisi ini disebut gagal ginjal stadium akhir (established renal failure/ERF). Perawatan cuci darah dapat membantu pengidap ERF agar tetap hidup. Proses kerja perawatan ini menyerupai ginjal buatan.

Agar Terhindar dari Gangguan Ginjal Kronis

Pengidap kondisi-kondisi tertentu yang berisiko mengarah ke penyakit ginjal kronis seperti diabetes dan tekanan darah tinggi disarankan untuk mewaspadai perkembangan penyakit mereka. Perubahan gaya hidup seperti pola makan sehat, berolahraga teratur, dan menghindari kelebihan konsumsi minuman keras akan membantu mencegah terjadinya gagal ginjal.
B. Gejala
Umumnya tubuh dapat menoleransi berkurangnya fungsi ginjal, bahkan dalam skala besar. Situasi ini membuat pengidap penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease/CKD) tidak merasa mengalami gejala apapun.
Jika salah satu ginjal Anda rusak, fungsi ginjal manusia masih tetap dapat terpenuhi hanya dengan satu ginjal lain. Fakta ini membuktikan bahwa manusia terlahir dengan kapasitas fungsi ginjal yang jauh lebih banyak dari yang sebenarnya dibutuhkan untuk bertahan hidup.
Penurunan awal fungsi ginjal yang tanpa gejala ini membuat pengidap CKD kerap tidak segera menyadari penyakitnya. Perubahan fungsi ginjal umumnya baru dapat terdeteksi pasti dari pemeriksaan urin dan darah secara rutin.
Pengidap penyakit ginjal yang telah terdiagnosis akan menjalani pemeriksaan secara teratur untuk memantau fungsi ginjalnya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tes darah dan perawatan yang bertujuan mencegah agar penyakit tidak berkembang.
Tes darah dan pemantauan rutin ini juga berfungsi untuk mendeteksi jika ginjal mulai kehilangan fungsi dan mengarah pada gagal ginjal. Gagal ginjal menunjukkan gejala sebagai berikut:
  • Lebih sering ingin buang air kecil, terutama di malam hari.
  • Kulit gatal.
  • Adanya darah atau protein dalam urin yang dideteksi saat tes urin.
  • Kram otot.
  • Kehilangan berat badan.
  • Kehilangan nafsu makan.
  • Penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan kaki, kaki, atau tangan.
  • Nyeri pada dada, akibat cairan menumpuk di sekitar jantung.
  • Otot kejang.
  • Sesak napas.
  • Mual dan muntah.
  • Gangguan tidur.
  • Disfungsi ereksi pada pria.
Pengobatan pada stadium awal penyakit ginjal kronis dapat mencegah timbulnya gejala-gejala di atas.
C. Penyebab
Kondisi-kondisi yang menekan ginjal menjadi penyebab utama terjadinya penyakit ginjal. Penyakit ginjal terutama disebabkan oleh tekanan darah tinggi atau hipertensi dandiabetes. Sekitar 25 persen kasus gagal ginjal diindikasikan terpicu oleh tekanan darah tinggi, sementara 30 persen terpicu oleh diabetes.

Gangguan Ginjal pada Pengidap Diabetes

Diabetes merupakan salah satu penyebab utama terhadap penyakit gagal ginjal kronis. Terdapat dua tipe utama diabetes:
  • Diabetes tipe 1 adalah kondisi saat tubuh tidak memproduksi cukup insulin.
  • Diabetes tipe 2 adalah kondisi saat tubuh tidak menggunakan insulin dengan efektif.
Insulin dibutuhkan oleh tubuh untuk menjalankan fungsi-fungsi berikut ini:
  • Mengatur kadar glukosa (gula) dalam darah.
  • Membatasi agar glukosa tidak meningkat terlalu tinggi setelah makan.
  • Menjaga agar kadar glukosa tidak terlalu rendah pada jeda antara waktu makan.
Jika glukosa dalam darah terlalu tinggi, ini dapat memengaruhi kemampuan ginjal untuk menyaring kotoran dalam darah dengan merusak sistem penyaringan ginjal. Maka itu sangat penting bagi penderita diabetes untuk menjaga tingkat glukosa mereka melalui pola makan yang sehat dan mengonsumsi obat-obat antidiabetes sesuai aturan dari dokter.
Gagal ginjal diperkirakan diderita sekitar 1-2 dari 5 pengidap diabetes tipe 1 sebelum umur mereka mencapai 50 tahun. Hal ini juga terjadi pada pengidap diabetes tipe 2 yang 1 dari 3 di antaranya juga mengalami tanda-tanda kerusakan ginjal.
Tes urin tahunan akan direkomendasikan oleh dokter agar gangguan ginjal dapat dideteksi secepat mungkin. Adanya protein dalam kadar rendah pada urin merupakan gejala utama gangguan ginjal akibat diabetes.

Gangguan Ginjal pada Pengidap Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah adalah ukuran tekanan saat jantung memompa darah ke pembuluh arteri dalam setiap denyut nadi. Tekanan darah kerap diasosiasikan dengan penyakit ginjal karena tekanan darah yang berlebihan dapat merusak organ tubuh Anda.
Hipertensi menghambat proses penyaringan dalam ginjal bekerja dengan baik. Kondisi ini merusak ginjal dengan menekan pembuluh darah kecil dalam organ tersebut.
Meski 9 dari 10 penyebab kasus tekanan darah tinggi tidak diketahui, namun ada kaitan antara kondisi tersebut dengan kesehatan tubuh seseorang secara menyeluruh, termasuk pola makan dan gaya hidup.
Orang yang mengidap kondisi atau memiliki kebiasaan tertentu lebih berisiko mengidap hipertensi, yaitu: kurang berolahraga, kebiasaan merokok, stres, obesitas, mengonsumsi minuman keras berlebihan, usia tua, terdapat anggota keluarga yang dulu mengidap hipertensi, terlalu banyak garam dan lemak dalam makanan yang dikonsumsi, serta kurang potasium dan vitamin D.

Hal-hal Lain yang Menyebabkan Gangguan Ginjal Kronis

Ada beberapa kondisi lain yang lebih tidak umum, tapi juga berisiko menyebabkan penyakit ginjal kronis yaitu:
  • Gangguan ginjal polisistik: kondisi saat kedua ginjal berukuran lebih besar dari normal karena pertambahan massa kista. Kondisi ini bersifat diwariskan.
  • Peradangan pada ginjal.
  • Infeksi pada ginjal.
  • Penyumbatan, seperti yang disebabkan batu ginjal atau gangguan prostat
  • Penggunaan rutin obat-obatan tertentu dalam jangka panjang, seperti obat anti-inflamasi non-steroid (non-steroidal anti-inflammatory drugs/NSAIDs), termasuk aspirin dan ibuprofen.
  • Lupus eritematosus sistemik (kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang dan mengenali ginjal sebagai jaringan asing).
  • Kegagalan pertumbuhan ginjal pada janin saat dalam kandungan.

Menggunakan Kalkulator Risiko Ginjal

Bagaimana cara untuk memperkirakan kondisi ginjal lima tahun yang akan datang? Anda dapat menggunakan kalkulator risiko ginjal dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana di QKidney Web Calculator. Jika saat ini Anda mengidap gangguan ginjal stadium menengah, Anda juga dapat memperkirakan apakah gangguan tersebut menjadi lebih parah lima tahun ke depan.
D. Diagnosis
Umumnya diagnosis penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease/CKD) dilakukan melalui tes urin dan darah. Dulu, gangguan ginjal sering baru teridentifikasi saat sudah mencapai stadium akhir. Ini dikarenakan orang yang tidak berisiko tinggi biasanya tidak menjalani pemeriksaan secara teratur. Namun kini diagnosis umumnya bisa dilakukan oleh dokter umum sehingga pengobatan secara efektif dapat dilakukan lebih awal.

Tes-tes untuk Mendeteksi Kadar Kerusakan Ginjal

Ada beberapa tes yang dapat digunakan untuk menentukan kadar kerusakan pada ginjal Anda. Tes-tes tersebut meliputi:
Tes urin
Salah satu gejala penyakit ginjal adalah terdapat protein atau darah dalam urin Anda. Maka tes ini digunakan untuk mengecek kemungkinan kandungan tersebut. Beberapa hasil tes urin perlu dikirim ke laboratorium untuk dikonfirmasi. Sementara hasil beberapa tes lain dapat segera diperoleh.
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
Laju filtrasi glomerulus/LFG (glomerular filtration rate/GFR) adalah pengukuran yang digunakan untuk menilai seberapa baik ginjal Anda bekerja. Penghitungan GFR melibatkan pengambilan sampel darah dan dihitung berdasarkan usia, jenis kelamin, dan kelompok etnis Anda. Hasil GFR serupa dengan persentase kapasitas fungsi ginjal normal.
Pemindaian
Dalam kasus gangguan ginjal stadium lanjut, ginjal menjadi mengerut dan berbentuk tidak utuh. Sebelum perubahan bentuk ginjal tersebut terjadi, pemindaian digunakan untuk mengetahui apakah terjadi penyumbatan tidak normal dalam aliran urin Anda. Proses ini dilakukan dengan alat-alat seperti USG, computerised tomography (CT) scan, atau pemindaian magnetic resonance imaging (MRI).
Biopsi ginjal
Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal. Deteksi kerusakan ginjal kemudian dilakukan dengan memeriksa sel-sel ini dengan mikroskop.

Menentukan Stadium Gagal Ginjal

Perkembangan penyakit ginjal diklasifikasi dengan sistem pemeringkatan (stadium). Terdapat lima stadium untuk mendefinisikan tingkat keparahan kanker hati:
eGFR bernilai di atas 90 atau normal: stadium 1.
Walau nilai eGFR normal, terjadi kerusakan ginjal yang terdeteksi oleh tes lain.
eGFR bernilai 60-89: stadium 2.
Selain menurunnya eGFR ,tes lain mengindikasikan terjadinya kerusakan ginjal.
Agar perkembangan kondisi ginjal dapat terus dipantau, pengidap CKD stadium satu atau stadium dua direkomendasikan untuk menjalani tes eGFR tahunan.
eGFR bernilai 30-59: stadium 3.
Pada stadium ini, perlu diadakan pemeriksaan lanjutan setiap enam bulan sekali.
eGFR bernilai 15-29: stadium 4.
Pada stadium ini, pengidap kemungkinan telah merasakan gejala-gejala CKD dan perlu mengikuti pemeriksaan tiap tiga bulan.
eGFR bernilai di bawah 15: stadium 5.
Disebut sebagai kondisi gagal ginjal, yaitu ginjal telah kehilangan hampir seluruh fungsinya. Setiap enam minggu, pasien gagal ginjal ini perlu menjalani pemeriksaan.
Hasil eGFR dari waktu ke waktu dapat naik atau turun. Diagnosis CKD biasanya baru bisa dipastikan jika tes-tes eGFR yang dilakukan beberapa kali menunjukkan hasil konsisten di bawah normal.

Kelompok Paling Berisiko

Pemeriksaan rutin untuk mendeteksi CKD disarankan jika Anda termasuk kelompok orang berisiko tinggi, yaitu:
  • Pengidap diabetes, hipertensilupusstrokepenyakit jantung, dan skleroderma.
  • Orang yang secara teratur mengonsumsi obat  pereda sakit dalam jangka panjang seperti ibuprofen.
  • Orang dengan riwayat keluarga yang pernah mengidap CKD stadium lima atau mewarisi penyakit ginjal serta penyakit saluran ginjal struktural, seperti batu ginjal danpembesaran prostat.
  • Pengidap hematuria (dalam urinnya terdapat darah) atau proteinuria (terdapat protein dalam urin) yang penyebabnya belum diketahui.
  • Orang yang mengonsumsi rutin obat-obatan yang membahayakan ginjal, seperti litium dan kalsineurin.
  • Orang dengan riwayat kesehatan keluarga berpenyakit ginjal.
Jika tes urin atau darah mengindikasikan kemungkinan bahwa ginjal tidak berfungsi dengan baik, umumnya dokter akan menetapkan diagnosis adanya penyakit ginjal.
E. Pencegahan
Orang yang sudah terdiagnosis mengalami penyakit ginjal dapat memperkirakan tingkat keparahannya di masa yang akan datang dengan QKidney Web Calculator.
Umumnya penyakit ini tidak dapat dicegah sepenuhnya meski Anda dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko berkembangnya penyakit ginjal kronis atauchronic kidney disease (CKD).

Pola Makan Sehat

Pola makan sehat penting untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan menjaga tekanan darah tetap normal. Kedua kondisi ini penting untuk mencegah terjadinya penyakit ginjal kronis. Konsumsilah makanan berimbang meliputi banyak sayuran dan buah segar.
Selain itu, kontrol kadar kolesterol dengan menghindari makanan kaya lemak jenuh tinggi seperti goreng-gorengan, mentega, santan kelapa, keju, kue, biskuit, serta makanan-makanan yang mengandung minyak kelapa atau minyak sawit.
Sebaliknya, Anda disarankan untuk mengonsumsi makanan yang kaya lemak tidak jenuh yang dapat mengurangi kadar kolesterol, antara lain minyak ikan, avocad, kacang dan biji-bijian, minyak bunga matahari, minyak biji sesawi, minyak zaitun.
Selain itu, terlalu banyak garam juga akan meningkatkan tekanan darah. Penting untuk membatasi konsumsi garam tidak lebih dari 6 gram sehari yang setara dengan satu sendok teh penuh.

Hindari Rokok dan Minuman Keras

Selain meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, merokok dan mengonsumsi minuman keras dapat memperburuk kondisi gangguan ginjal yang sudah terjadi. Selain meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, mengonsumsi minuman keras secara berlebihan akan meningkatkan tekanan darah Anda. Pastikan Anda tidak mengonsumsi lebih dari 2-2,5 kaleng bir berkadar alkohol 4,7% per hari.

Olahraga Teratur

Naiknya tekanan darah dan risiko berkembangnya CKD dapat diminimalkan dengan olahraga teratur. Anda disarankan untuk menjalankan aktivitas aerobik dengan intensitas menengah seperti berenang atau lari pagi selama setidaknya 2 -3 jam tiap minggu.

Baca Petunjuk Obat

Pastikan Anda mengikuti petunjuk pemakaian jika Anda memang harus mengonsumsi obat pereda sakit. Konsumsi obat anti-inflamasi non-steroid seperti aspirin dan ibuprofendalam dosis berlebih dapat menyebabkan gangguan ginjal.

Waspada Diabetes

Penyakit kronis (bersifat menetap dalam jangka panjang), seperti diabetes, dapat berpotensi menyebabkan gangguan ginjal kronis. Tiap tahun, pengidap diabetes disarankan untuk memeriksakan fungsi ginjalnya. Ikuti saran dokter dan lakukan langkah-langkah untuk menjaga kondisi Anda.
F. Pengobatan
Penyakit ginjal tidak dapat disembuhkan. Perawatan difokuskan untuk mencegah dan memperlambat agar penyakit tidak berkembang serta meredakan rasa sakit. Selain itu, pengobatan juga bertujuan untuk mengurangi risiko munculnya penyakit lainnya yang terkait.

Pengobatan sesuai Tingkat Keparahan

Tingkat keparahan chronic kidney disease (CKD) menentukan jenis pengobatan yang diberikan. Dalam beberapa kasus, kerusakan pada ginjal dan sirkulasi tubuh dapat dicegah dengan konsumsi obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah Anda.
Di samping itu, obat-obatan juga diberikan untuk mengontrol atau mencegah CKD berkembang hingga tubuh kehilangan hampir semua fungsi ginjal. Kondisi ini disebut dengan gagal ginjal permanen atau established renal failure (ERF).
Setidaknya 1 dari 100 pengidap CKD stadium tiga akan mengidap gagal ginjal. Pengidap gagal ginjal membutuhkan perawatan lebih lanjut untuk menggantikan sejumlah fungsi ginjal. Untuk mengetahui lebih banyak informasi, Anda dapat mengunjungi Registrasi Ginjal Indonesia atau Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).

Menjaga Tekanan Darah

Tekanan darah tinggi dapat mempercepat perkembangan kerusakan ginjal. Oleh sebab itu penting untuk mengontrol tekanan darah yang dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup seperti mengurangi konsumsi garam dan mengurangi berat badan.
Namun jika perubahan ini belum cukup untuk mengontrol tekanan darah, Anda mungkin membutuhkan obat-obat antihipertensi seperti penghambat ACE (angiotensin converting enzyme). Obat penghambat ACE memberikan perlindungan tambahan pada ginjal dan mengurangi tekanan darah dalam tubuh serta mengurangi tekanan pada pembuluh darah. Contoh penghambat ACE adalah ramipril dan lisinorpil.
Selain itu terdapat juga obat anti-hipertensi yang disebut angiotensin-II receptor blocker (ARB) meliputi: candersatan, eprosartan, irbesartan, dan losartan. Efek samping dari jenis obat ini jarang namun tetap ada, misalnya rasa pusing.

Perubahan Gaya Hidup

Selain konsumsi obat-obatan, perkembangan CKD dan tekanan darah tinggi dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup sebagai berikut:
  • Mengurangi berat badan, terutama jika Anda mengalami obesitas.
  • Berolahraga teratur.
  • Berhenti merokok.
  • Mengonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang dan rendah lemak
  • Membatasi konsumsi minuman keras.
  • Menjaga konsumsi garam tidak lebih dari 6 gram atau satu sendok teh per hari.
  • Kecuali diresepkan oleh dokter, hindari konsumsi obat anti-inflamasi non-steroid seperti ibuprofen.

Perbaikan Keseimbangan Fosfat

Kelebihan fosfat pada tubuh biasanya disaring oleh ginjal. Namun penumpukan fosfat akan terjadi pada ginjal yang tidak berfungsi dengan baik, seperti pada pengidap penyakit ginjal stadium empat atau lima. Maka dari itu, pengidap penyakit ginjal stadium menengah ke atas akan disarankan untuk mengurangi konsumsi fosfat yang umumnya terkandung dalam daging merah, produk olahan ternak sapi, telur, dan ikan.
Selain itu, penderita akan disarankan untuk mengonsumsi obat-obatan yang disebut pengikat fosfat. Contoh pengikat fosfat yang paling umum digunakan adalah kalsium karbonat. Walau jarang terjadi, pengikat fosfat dapat menimbulkan efek samping yang meliputi: konstipasidiaremualsakit perutperut kembungruam serta gatal-gatal pada kulit.

Aspirin atau Statin

Beberapa faktor risiko CKD seperti tekanan darah tinggi dan tingginya kadar kolesteroldalam darah, sama dengan faktor risiko serangan jantung dan stroke.
Dengan memiliki faktor risiko yang sama, pengidap CKD berisiko lebih tinggi menderita sakit jantung, termasuk serangan jantung atau stroke.
Oleh sebab itu, Anda akan disarankan mengonsumsi aspirin dalam dosis rendah atau statin untuk membantu mengurangi risiko serangan jantung atau stroke. Statin bekerja dengan menghambat efek enzim dalam hati Anda yang berguna untuk membentuk kolesterol.
Pada beberapa kasus, statin dapat menyebabkan sakit otot, lemas, dan nyeri. Sementara efek samping lebih ringan yang dapat timbul adalah sakit perut, konstipasi, diare, dan sakit kepala.

Penumpukan Cairan (Edema)

Ginjal yang tidak berfungsi membuat tubuh sulit membuang cairan. Akibatnya terjadi penumpukan cairan pada pergelangan kaki atau sekitar paru-paru. Oleh karena itu dokter akan menyarankan pengidap sakit ginjal untuk membatasi konsumsi cairan dan garam, serta memerhatikan cairan yang terdapat dalam makanan yang Anda konsumsi seperti buah, sup, atau yoghurt. Selain itu, kelebihan cairan dalam tubuh juga dapat dikurangi dengan konsumsi obat diuretik (tablet cair), seperti furosemida.

Konsumsi Suplemen Zat besi dan Vitamin D

Anemia atau kondisi saat tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah banyak diderita pengidap CKD stadium tiga ke atas. Suplemen zat besi untuk produksi sel-sel darah merah biasanya akan diberikan untuk mengatasinya. Zat ini dapat diberikan dalam beberapa suntikan ke dalam pembuluh darah atau dalam bentuk tablet seperti ferri sulfat.
Hormon eritropoietin yang membantu tubuh memproduksi sel darah merah juga bisa disuntikkan jika langkah-langkah di atas tidak dapat mengatasi anemia. Contoh-contoh suntikan ini antara lain epoetin alfa, beta dan zeta, methoxy polyethylene glycol-epoetin beta, dan darbepoetin.
Selain itu, pengidap penyakit ginjal berisiko kekurangan vitamin D yang penting untuk tulang. Ini dikarenakan ginjal tidak dapat berfungsi mengaktifkan vitamin D dari makanan dan sinar matahari. Sehingga umumnya Anda akan mendapatkan suplemen vitamin D dengan yang disebut alfacalcidol atau calcitriol.

Pengobatan untuk Gagal Ginjal: Cuci Darah atau Transplantasi

Dalam beberapa kasus, penyakit ginjal kronis dapat berkembang menjadi gagal ginjal permanen atau established renal failure (ERF). Pada tahap ini, ginjal berhenti bekerja dan mengancam hidup. Kondisi ini terjadi secara perlahan-lahan dan jarang terjadi secara tiba-tiba.
Namun banyak pengidap penyakit ginjal dapat memiliki ginjal yang berfungsi dengan baik sepanjang hidup mereka dengan menjalani perawatan. Diskusikan dengan dokter Anda tentang pilihan-pilihan pengobatan seperti cuci darah, transplantasi ginjal, atau perawatan pendukung. Perawatan pendukung bertujuan terbatas yaitu hanya untuk meringankan gejala yang dirasakan penderita stadium akhir.
Fobia

Fobia

Fobia adalah rasa takut yang berlebihan terhadap objek atau situasi tertentu. Ketakutan berlebihan ini tidak jarang menyebabkan depresi, kecemasan, serta kepanikan yang parah.
Berdasarkan jenis ketakutannya, fobia dibagi menjadi dua. Fobia yang pertama adalah fobia spesifik. Fobia spesifik biasanya mulai berkembang sejak masa kanak-kanak atau remaja. Contoh-contoh fobia spesifik adalah fobia terhadap lingkungan (kedalaman air atau ketinggian), fobia terhadap hewan (ular, ulat, atau laba-laba), fobia terhadap situasi (berkunjung ke dokter), fobia seksualitas (takut tertular penyakit seksual), dan fobia secara fisik (takut jarum suntik atau darah).
fobia-alodokter
Fobia jenis kedua adalah fobia kompleks. Jenis fobia ini biasanya berkembang di masa dewasa. Salah satu contoh fobia kompleks adalah fobia sosial. Orang yang menderita fobia ini akan merasa cemas ketika berada di lingkungan sosial. Mereka takut dipermalukan orang lain atau mempermalukan dirinya sendiri jika salah bicara. Tentu saja hal ini akan sangat mengganggu keseharian penderitanya, termasuk dampaknya dalam dunia bisnis, pekerjaan, relasi, maupun terhambatnya pengembangan diri.
Jenis fobia kompleks yang lainnya adalah takut terhadap tempat-tempat yang mana mereka merasa terperangkap atau takut meninggalkan rumah karena khawatir akan keadaan ramai. Gejala ini akan menjadi-jadi apabila mereka diserang rasa panik. Karena itu biasanya penderita akan menghindari situasi, seperti bepergian dengan kendaraan umum atau berada di tempat publik (restoran, pasar, atau supermarket). Istilah fobia seperti ini disebut juga sebagai agorafobia.
Selain gejala psikologi berupa rasa takut, fobia juga bisa berdampak kepada kondisi fisik. Beberapa contoh gejala fisik yang timbul akibat fobia, antara lain:
  • Disorientasi atau bingung
  • Pusing dan sakit kepala
  • Mual
  • Dada terasa sesak dan nyeri
  • Sesak napas
  • Detak jantung meningkat
  • Tubuh gemetar dan berkeringat
  • Telinga berdengung
  • Sensasi ingin selalu buang air kecil
  • Mulut terasa kering

Penyebab fobia

Hingga kini penyebab fobia belum diketahui secara jelas. Meski begitu, ada beberapa faktor yang diduga kuat dapat menyebabkan kondisi ini, di antaranya:
  • Peristiwa traumatis. Ada beberapa contoh peristiwa yang dapat menyebabkan seseorang mengalami trauma hingga pada akhirnya memicu munculnya fobia, misalnya pengalaman diserang binatang atau serangga, pengalaman terjebak di dalam sebuah ruangan tertutup atau lift, pengalaman berada di tengah-tengah tawuran atau kerusuhan massa, pengalaman dimusuhi, atau mendapat penolakan dari orang lain.
  • Temperamen yang tinggi. Seseorang yang berkepribadian terlalu sensitif, selalu berpikiran negatif, dan sangat pemalu akan lebih rentan mengalami fobia.
  • Memiliki orang tua penderita fobia. Disinyalir bahwa fobia merupakan kondisi yang dapat diwarisi. Apabila terdapat anggota keluarga yang memiliki fobia terhadap situasi atau pun objek tertentu, maka risiko Anda terkena fobia juga tinggi.

Diagnosis fobia

Disarankan untuk menemui dokter jika rasa takut Anda telah berdampak pada kebahagian dalam menjalani hidup dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Biasanya kasus semacam ini terkait kepada fobia kompleks.
Untuk mendiagnosis apakah pasien mengalami fobia sosial, dokter biasanya akan menanyai pasien apakah dirinya takut saat harus menghadiri acara sosial, berkomunikasi dengan orang lain, atau berbicara di depan umum. Dokter juga akan menanyakan apakah selama enam bulan ke belakang pasien mencemaskan orang lain menilai dirinya negatif, merasa malu saat berinteraksi dengan orang lain, atau pasien merasa cemas saat berada di tengah lingkungan sosial. Apabila hampir semua respons atas pertanyaan tersebut pernah dialami pasien, maka bisa dipastikan pasien tersebut mengalami fobia sosial.
Sama halnya dalam metode diagnosis agorafobia, dokter akan menanyakan apakah pasien cemas ketika dirinya keluar atau jauh dari rumah, berada di tengah kerumunan atau ruang terbuka (misalnya taman), dan cemas saat melakukan antrean. Untuk kasus sebaliknya, pasien akan ditanya apakah dirinya takut berada di rumah sendirian atau berada di ruang sempit tertutup (misalnya lift). Selain itu, dokter juga akan menanyakan apakah selama enam bulan ke belakang pasien khawatir mengalami serangan cemas sehingga sering menghindari situasi-situasi tersebut. Jika hampir semua jawaban positif, maka besar kemungkinan pasien mengalami agorafobia.
Untuk kasus fobia spesifik biasanya penderita jarang memeriksakan diri ke dokter karena sebagian besar dari mereka menyadari apa saja objek yang mereka takuti dan berusaha menghindarinya. Oleh karena itu, kondisi ini lebih jarang mengganggu aktivitas sehari-hari penderita.

Pengobatan fobia

Fobia bisa ditangani dengan dua cara, yaitu melalui terapi dan obat-obatan. Jenis terapi yang umumnya diterapkan untuk kasus fobia adalah terapi perilaku kognitif yang dikombinasikan dengan terapi pemaparan atau desensitisasi. Dalam terapi kombinasi ini rasa takut pasien terhadap suatu objek atau situasi akan dikurangi secara perlahan-lahan dengan cara meningkatkan frekuensi paparan terhadap objek atau situasi tersebut secara bertahap.
Contohnya kasus pada pasien yang takut terhadap laba-laba. Sebagai langkah pertama, pasien akan disuruh dokter untuk membaca materi seputar laba-laba. Kemudian pasien juga akan ditunjukkan beberapa gambar serangga tersebut. Jika pada tahap ini pasien telah terbiasa, maka berikutnya dokter akan menaikkan level paparan dengan membawa pasien mengunjungi museum serangga dan melihat langsung laba-laba dari dekat. Apabila pada tahapan ini pasien berhasil mengatasi rasa takutnya, maka pada puncak terapi, pasien akan diajak dokter memegang laba-laba secara langsung.
Terapi kombinasi sering kali diterapkan oleh dokter untuk menangani fobia ketimbang metode lain, misalnya-obat-obatan, karena hasilnya yang sangat efektif.

Penanganan fobia dengan obat-obatan

Obat-obatan yang diberikan biasanya lebih bertujuan untuk membantu pasien menenangkan diri dan mengendalikan rasa takut dan paniknya terhadap suatu objek atau situasi yang ditakutinya. Salah satu obat yang biasa diberikan oleh dokter pada kasus fobia adalah obat antidepresan jenis penghambat pelepasan serotonin (SSRI). Obat ini bekerja dengan cara memengaruhi transmiter di dalam otak yang bernama hormon serotonin. Serotonin berperan dalam menciptakan dan mengatur suasana hati.
Jenis obat fobia lainnya adalah obat penghambat beta. Obat ini sering kali digunakan dalam jangka pendek karena efektif mengurangi rasa takut dalam situasi tertentu. Contohnya adalah pemakaian obat sesaat sebelum acara berlangsung oleh seorang penyanyi yang mengalami demam panggung parah. Obat penghambat beta bekerja dengan cara menghambat reaksi-reaksi yang muncul dari stimulasi adrenalin akibat rasa cemas, misalnya suara dan tubuh gemetar, jantung berdebar, dan tekanan darah meningkat.
Selain antidepresan dan penghambat beta, obat lainnya yang bisa digunakan untuk menangani fobia adalah benzodiazepine atau golongan obat penenang. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi rasa cemas dan membantu penderita merasa santai atau rileks. Namun penting sekali untuk menaati petunjuk dari dokter dalam penggunaanbenzodiapezine karena obat ini berpotensi menyebabkan ketergantungan pada pemakainya.